Kali ini aku mau sharing tentang proses awal sebelum kehamilan sampek akhirnya aku bener-bener dinyatakan positif hamil di dalam Rahim. Kehamilan tentunya adalah momen yang paling dinantikan setiap pasangan suami istri setelah menjalani pernikahan. Rasanya kurang lengkap pernikahan jika belum juga hadirnya si buah hati. Hal itu juga yang terjadi dengan pernikahan aku. Saya menikah 17 September 2017, awalnya semua berjalan sangat baik. Layaknya pengantin muda, saya dan suami menjalani kehidupan di awal pernikahan dengan sangat tenang dan nyaman. Belum sempet kepikiran tuh bakal bikin dedek dulu. Karena waktu itu, mindset kami sangat simpel yakni untuk menghadirkan buah hati, hanyalah dengan berhubungan intim setiap saat dan jika proses pembuahan berhasil saya akan hamil. Pemikiran sangat sederhana layaknya mungkin orang-orang diluar sana yang baru saja menjalani pernikahan.
Hingga akhirnya hampir 1 tahun pernikahan, kami belum juga dikaruniai buah hati. Dari yang awalnya kami santai banget tanpa beban, mulailah kami kepikiran kok belum juga hadir si buah hati. Salah satu teman yang jarak menikah terpaut beberapa bulan lebih dulu daripada kami, sempat menyarankan kami untuk ikut promil. Kebetulan, teman saya tersebut promil dan berhasil. Ia pun menyarankan kami untuk coba ke dokter Sutiyoso, tempat dimana teman saya itu menjalani promil bersama suaminya.
Menuruti saran teman, akhirnya saya dan suami mulai mencoba mendatangi dokter Sutiyoso. Namun setibanya disana rupanya tempat prakteknya sudah tutup. Salah satu pedagang yang biasa mangkal di depan praktek tersebut menyarankan supaya saya siang saja datang lagi untuk ambil antrian. Akhirnya, kami pun menunda beberapa hari setelahnya karena kebetulan lokasi prakteknya lumayan jauh dari tempat tinggal kami.
Selang beberapa minggu kemudian, saya coba lagi mendatangi praktek dokter Sutiyoso dan ketika saya masuk saya hanya menemui beberapa asisten yang standby disana. Ketika saya mau daftar, rupanya di hari itu dokter Sutiyoso sedang tidak buka jadwal praktek. Akhirnya saya pun pulang lagi dengan tangan kosong dan membuat saya malas untuk datang lagi. Memang belum jodoh pikir saya.
Waktu terus berjalan, saya dan suami masih tetap menjalani kehidupan pernikahan seperti biasa. Sejenak kami lupakan soal promil. Kerjaan suami sebagai wirausaha di bidang retail produk suplemen fitness selalui padat. Dimulai dari jam 11 siang - 11 malam toko baru tutup. Disela itu, setiap sore biasanya saya nyamperin suami buat bantuin kirim packingan barang untuk dikirim ke ekpedisi.
Waktu untuk quality time antara saya dan suami hanya bisa dilakukan saat suami sudah pulang kerja. Biasanya suami baru sampai rumah jam 11 malam, dan setelah itu nyiapin stok barang-barang untuk dibawa ke toko besok siangnya. Kami biasanya baru bisa tidur jam 2.30 pagi saat kerjaan sudah benar-benar selesai. Kadang pernah kami tidur jam 3.30 pagi. Rutinitas itu selalu kami jalani sampai hari ini.
Saya yang awalnya sebelum menikah biasa tidur dibawah jam 1 pagi, namun setelah menikah saya jadi selalu ikut begadang hingga larut pagi. Pola hidup saya jadi kacau balau. Saya dan suami baru bangun jam 10 atau 10.30 siang setiap harinya dan kadang itupun rasanya masih sangat Lelah.
Teman saya yang tau rutinitas saya dan suami dengan pola tidur yang kacau seperti itu menyarankan saya untuk memperbaiki pola tidur kami karena itu sangat berpengaruh saat promil. Saran itu akhirnya membawa kami berpikir juga apakah itu juga yang menyebabkan saya jadi susah hamil. Akhirnya, suatu saat pelanggan suami saya merekomendasikan untuk mencoba ke dokter Novina. Kebetulan pelanggan suami saya itu juga promil disana dan berhasil. Akhirnya malam itu juga suami saya pulang lebih awal dan membawa saya untuk ambil antrian di dokter Novina. Kebetulan lokasinya juga dekat dengan tempat tinggal kami mungkin hanya butuh perjalanan 10 menit.
Awal saya diperiksa, saya dites dengan menggunakan transvaginal. Menurut dokter Novina, rahim saya sehat. Kemudian suami saya diberi lampiran untuk tes sperma di laboraturium dan hasilnya harus dibawa lagi ke dokter Novina beberapa hari setelahnya. Hasilnya sperma suami saya normal. Dan kami pun disarankan untuk mencoba merubah pola tidur, dan rajin berolahraga serta menjaga makanan yang sehat. Intinya kami disarankan untuk mulai untuk menjalahi pola hidup yang sehat. Kami juga diberi beberapa vitamin yang harus kami minum untuk beberapa minggu sampai nanti waktunya jadwal kami kontrol lagi tiba.
Pertemuan selanjutnya saya dengan dokter Novina, kali ini sendirian tidak dengan suami. Tentunya karena saya harus datang sore, sedangkan suami saya masih harus bekerja. Saat itu saya mulai di transvaginal darisitu dokter Novina bilang bahwa sel telur saya banyak namun kecil-kecil dan menyebar. Jika dalam istilah dokter kondisi saya ini diistilahkan PCOS (polycystic ovary syndrome), kondisi dimana sel telur kondisinya tidak normal. Sedangkan, yang dibutuhkan dalam proses pembuahan seharusnya adalah 1 sel telur matang dan besar. Dokter bilang PCOS bias terjadi dari faktor keturunan atau mungkin juga pola hidup yang salah. Saran dokter saya disuruh rutin olahraga dan saya diberi tambahan obat pengatur siklus haid yang harus diminum di jam yang sama. Karena memang mestruasi saya tidak lancar dan berantakan dari SMP sampai saya menikah.
Selang waktu berjalan, saya pun mulai mengatur pola tidur saya dan rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter, selain itu dari sisi herbal suami saya rajin membelikan saya air kelapa hijau untuk dikonsumi setiap hari. Harapannya untuk membersihkan Rahim saya juga. Tak sampai disitu, suami juga membelikan madu atas saran orang-orang, untuk membantu kesuburan saya. Selain itu ada juga tambahan folavit dan minyak ikan serta vitamin E yang setiap malam suami selalu sediakan di meja, untuk saya konsumsi.
Rasanya sampai jenuh dan bosan setiap kali saya harus menyantap obat-obatan dan beragam jenis herbal yang disediakan oleh suami saya. Belum lagi konsumsi serbuk zuriat dan susu prenagen serta air rebusan kacang hijau yang sesekali juga saya konsumsi. Namun berbulan-bulan upaya itu juga belum ada hasil. Sang ayah mertua juga sempat memberi nasehat supaya saya rajin baca alfatihah 11x dan berdoa supaya dapat momongan. Itupun tak luput juga saya lakukan.
Hingga suatu hari saya datang lagi ke dokter Novina untuk konsultasi dan seperti biasa saya dites transvaginal, dan ternyata ditemukan kista seukuran 4,5cm di rahim saya. Rasanya saya kaget saat mendengar itu. Dokter Novina yang memang sudah mulai akrab dengan saya, dengan gaya bahasanya yang halus dan selalu menyemangati seolah memberi saya harapan. Beliau bilang bahwa kista ini biasanya bisa mengecil dan luntur. Jadi fokus kami pun sekarang berubah dari awalnya mencoba memperbaiki PCOS supaya menjadi normal namun sekarang berubah menjadi treatment untuk menghilangkan kista ovarium yang ada dalam rahim saya.
Sepanjang jalan saat saya pulang dari dokter Novina, hati dan pikiran saya rasanya dipenuhi kecemasan. Bagi penderita PCOS saja peluang untuk hamil sudah sulit, dan dokter kini bilang saya memliki kista 4,5cm. Saya hanya memikirkan bagaimana perasaan suami dan apa responnya saat tau tentang kondisi saya.
Komentar
Posting Komentar